Bondowoso: Aku Membisu Tak Mampu Ungkapkan Perasaanku
Perjalanan ini akan menjadi perjalanan yang paling menarik bagiku. Aku yang selalu bersama orang-orang yang sejalan denganku, atau hanya sekedar menempuh jalanku sendiri dan membuat keputusanku sendiri. Kali ini ku terpaksa tuk menentukan keputusan bersama. Puluhan manusia dengan arah yang berbeda, memberikan rona baru dalam perjalananku kali ini. Lukisan tak kan nampak indah jika hanya dilukis dengan dua warna.
Sepanjang perjalananku di atas roda, aku selalu menemukan manusia-manusia dengan berbagai macam perannya. Di antara mereka memerankan peran protagonis di atas panggungnya, dan yang lain di antaranya memerankan peran antagonis di atas panggungnya, atau bahkan bak memerankan segala tokoh yang melengkapi alur cerira di setiap latarnya. Mereka semua memiliki keyakinan dalam memilih jalan perannya. Dan seperti mereka, aku memiliki keyakinan bahwa setiap manusia terlahir membawa cinta di atas panggung dunia.
Hanya saja. Saat ini ku menemukan kesan yang berbeda di pelosok Bumi Tape, Bondowoso, desa yang ramah senyum dan pemuh sambutan, Desa Trotosari –Entah apa karena kini aku bermukim di sini, sehingga kesan ini terasa berbeda. Tapi yang pasti–. Atmosfer yang bercampur antara dinginnya udara dan hangatnya sapa, membawa kesan yang tak mungkin terlupakan. Aku tak datang sebagai pahlawan ataupun raja, tapi entah mengapa, singgasana selalu tersedia di setiap rumah dengan pintu yang selalu terbuka. Cangkir-cangkir yang terisi penuh dengan hangatnya kasih sayang, menamparku untuk tetap sadar, bahwa kehangatan ini lah yang justru lebih mahal dari pada seribu berlian.
Mereka bukan keluarga sedarah, bukan juga teman yang biasa saling menyapa dan bertukar cerita. Pada awalnya, mereka hanyalah sosok baru bagiku, sosok yang menerima tujuan dan memberi harapan baru untuk masa depan dan anak-anak mereka. Dengan seribu pertanyaan yang mereka renungkan sepanjang malam, "apakah mereka (aku dan kawan-kawanku) mampu untuk menjawab angan-angan ini?". Sedikit demi sedikit, hari demi hari, waktu terus berlalu, menumbuhkan semangat dan kepercayaan bersama orang-orang yang kita anggap baru. Seperti keluarga yang saling mengisi dan memberi dalam melodi cinta dan kebersamaan, memberikan semangat yang tak kan pernah mampu dipadamkan. Perlahan, angan-angan itu kian jelas, memunculkan pertanyaan baru di dalam benak mereka "apakah wacana mereka (aku dan kawan-kawan) mampu untuk menjawab harapan kami?".
Sedikit berlari, berusaha menjawab angan-angan bersama dengan rajutan kebersamaan. Mengambil banyak buah ilmu dari pengalaman yang mungkin belum tertulis dalam buku Mochtar Lubis yang berjudul Manusia Indonesia. Satu jawaban yang pasti, ternyata manusia harus terus belajar —siapapun dan kapanpun— tentang sebab-akibat yang mengakar dari apa yang kini mereka rasakan. Menutup diri adalah kebodohan pikiran dan kecacatan hati yang mengakar. Berlarut-larut dalam renungan bukanlah solusi dari semua masalah. Tapi pergi bertanya, lalu pulang untuk memberi adalah solusi.
Sedikit pesan yang mungkin sulit untuk terungkapkan dengan gamblang. Singkatnya, maafkan atas segala kekurangan dan keterbatasan kita. Kita harap, motivasi dan semangat dapat tumbuh pada generasi baru. Terima kasih kepada semua penduduk Desa Trotosari tanpa terkecuali yang kuanggap sebagai keluarga perjalananku, dan terima kasih kapada kawan-kawan KKN yang akan selalu aku anggap sebagai keluarga setugas. Dan untuk ayah ibuku yang membantuku untuk tetap hidup dalam perjalanan yang panjang.
Komentar
Posting Komentar