Adalah Kutukan Ketika Ku Merasa Semuanya Baik-Baik Saja
Lagi-lagi manusia adalah makhluk yang harus bertanggungjawab penuh terhadap apa yang dipijakinya. Manusia harus menentukan sikap dalam merespon setiap fenomena yang selalu terkesan ambigu. Manusia harus selalu siap berperang di setiap peran yang ia jalani. Manusia yang tak pernah ragu untuk menskenario hidupnya sendiri, namun terkadang manusia tersungkur pasrah oleh realita hidup yang bersinggungan dengan impian besar yang ingin ia capai. Sehingga tak jarang manusia harus beristirahat sejenak untuk menentukan langkah strategis dalam hidupnya. Hanya terdapat dua kemungkinan: ia tetap berpegangteguh dengan skenario yang ia buat, atau kau bersandar pada skenario hidup yang Tuhan tentukan.
Manusia adalah hewan yang mempertimbangkan setiap kemungkinan. Manusia selalu mengimpikan hidup yang strategis dalam hidupnya. Dengan demikian pula manusia tumbuh atas segala keinginan yang ingin ia raih. Manusia pada dasarnya merupakan makhluk egosentris. Sementara, manusia tidak terlahir dengan kapabilitas yang setara. Sehingga tak jarang manusia lebih memilih untuk diam sejenak dan menentukan strategi yang baik untuk hidupnya. Dari sana lah manusia akan melangkah untuk belajar untuk menentukan sikap dan peran dalam hidupnya. Namun manusia terkadang bersikap pragmatis dengan hanya menentukan alur hidup yang ia terima. Bersikap layaknya manusia pada umunya, bertahan hidup dengan menerima kesempatan dan konsekuensi yang ada.
Di sisi lain, manusia terkadang bersikap apatis dalam menjalani hidupnya. Tak peduli dengan segala situasi dan kondisi yang akan ia terima. Memasrahkan kepada apa yang ia yakini, salah satunya adalah kepada Tuhan mereka. Sayangnya, Tuhan tak pernah mengabarkan kepada manusia bagaimana Ia menentukan skenario hidup mereka. Mereka akan kembali membuat pertimbangan dan kemungkinan, lalu mengemasnya menjadi doa sebagai harapan.
Manusia hidup sebagai figur dalam setiap alur kehidupan. Sebagai partisipan dalam menuliskan sejarah kehidupan. Selalu berbicara dan bercerita tentang diri mereka dan manusia yang menjadi bagian dalam hidup mereka. Mereka mengekspresikan dengan kacamata yang mereka gunakan. Membicarakan nasib dan kisah perjuangan. Menanggapi setiap titik kebaikan dan keburukan. Menjalani setiap peran dalam kehidupan.
Dunia adalah panggung kehidupan. Seperti halnya ketika ku merefleksikan pepatah yang menganalogikan tentang manusia sebagai wayang, sementara Tuhan sebagai dalang yang menggerakkan panggung kehidupan. Manusia terlahir tanpa peran. Manusia hanya terlahir telanjang tanpa peran sosial. Manusia hanya dilahirkan sebagai bukti bahwa manusia dapat terus berlipat ganda. Namun manusia perlu belajar, bagaimana ia terlahir di dunia sebagai bagian dari peranan dalam kehidupan. Tuhan tak pernah mengatakan bahwa manusia lahir dengan peran yang sudah ditentukan. Tapi menurutku Tuhan hanya memberikan tuntunan, bagaimana manusia dapat menentukan peran.
Ku juga sering merefleksikan pepatah Jawa yang mengatakan, "urip iku urup," yang banyak diartikan bahwa hidup adalah untuk saling berbagi dan memberi manfaat kepada sesama manusia. Ada baiknya, ketika manusia saling bergandeng tangan, merangkul, dan peduli dengan sesama. Membangun kebersamaan dan berbagi tentang makna dan pelajaran hidup. Saling mengajarkan bagaimana manusia dapat menjadi bagian dari suatu peranan penting dalam kehidupan. Dari sana aku ingin menambahkan, "urip iku urup, tur urip iku nguripi," kita hidup berdampingan dan saling membutuhkan sebagai mana mestinya makhluk sosial. Manusia saling merangkul, membagi pengalaman dan pengetahuan. Saling berbagi tentang apa yang menjadi makna dari kehidupan dan saling membantu untuk tetap seimbang dan bertahan dalam menghadapi kuatnya angin kehidupan. Hidup itu seperti semboyan para pekerja hulubis kuntul baris untuk saling menyemangati, mengisi, menguatkan, dan peduli akan kondisi sekitar.
Hidup memanglah relatif, tapi semua adalah tentang bagaimana manusia itu belajar.
Komentar
Posting Komentar